Selasa, 01 Maret 2016

Dari Bilik Asrama Puteri


Judul Buku: Dari Bilik Asrama Puteri
Penulis: Santriwati Pilihan Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah
Tahun Terbit: 2016
Halaman: viii + 72
Genre: Non Fiksi, Kumpulan Cerpen dan Puisi

Dari Bilik Asrama Putri 
-Semacam Pengantar- 

Tahun 2015, tepatnya 25 Februari – 2 April 2015 dengan selang hari yang digunakan untuk penjurian di saat santri-santriwati mengikuti ulangan umum, Biro Perpustakaan dan Kajian (Biro PerpusKaji) mengadakan Musabaqah Maharatil Kitabah yang dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa di antara bukti nyata keilmuan seseorang adalah kemampuan menuliskan buah pemikiran dan gagasannya. Para ulama muslim sejak lama telah menyadari hal itu untuk kemudian, di zaman ini, kita dengan mudah melihat karya-karya tulis mereka, baik berupa manuskrip, buku tercetak, artikel-artikel yang tersebar dan lain sebagainya. 

Alhamdulillah, laporan panitia saat itu ada 287 partisipan yang terbagi dalam beberapa perlombaan, yaitu (1) Lomba menulis cerpen, (2) Lomba menulis kisah inspiratif, (3) Lomba menulis resensi, dan (4) Lomba menulis puisi. Terkait lomba itulah buku ini tercipta, buku yang kami beri judul Dari Bilik Asrama Putri karena penulis-penulisnya adalah santriwati-santriwati pesantren Ar-Raudlatul Hasanah yang meluangkan waktunya menggoreskan buah-buah pemikiran dalam bentuk cerita pendek atau puisi. 

Kami sebagai penanggung jawab Biro Perpuskaji Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah tentu sangat menyambut baik penerbitan buku ini. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun dalam bilik-bilik asrama, yang barangkali dianggap banyak orang tidak nyaman karena masih berbahan kayu dan papan, santriwati-santriwati masih dapat berkarya dengan baik. 

Meski demikian, tentu karya ini perlu peningkatan di berbagai sisi dan sudut karena, harus kita akui, ini masih karya pemula yang masih dalam tahap “coba-coba”. Walau demikian, kita tentu mengingat kalimat bijak yang berbunyi, “coba-coba justru lebih baik daripada tidak ada”. Mencoba berarti berani berbuat. Berani berbuat bermakna mempunyai niat. Mempunyai niat adalah modal dasar kesuksesan. Kami mendoakan siapa-siapa saja santriwati yang terlibat langsung dalam lahirnya karya ini akan mencapai kesuksesannya, apakah dengan modal karya kecil ini atau dengan modal-modal lainnya. 

Tanpa berlama-lama dalam kata pengantar, kami justru berharap karya-karya, meski kecil, seperti ini akan mengantar santriwati-santriwati lainnya untuk berkarya dan mencipta tulisan-tulisan bertenaga lainnya. Selamat membaca, selamat menikmati. Dalam sebuah karya, terkadang bukan yang tertuang jelas menjadi inspirasi, namun apa yang ada di balik karya tersebut, itulah yang menjadi pelajaran. Mari melihat, apa yang ada di balik bilik asrama putri. 

Imamul Authon Nur 
Ka.Biro PerpusKaji

Buya Hamka dan Tafsir Al-Azhar


Judul Buku: Buya Hamka dan Tafsir Al-Azhar
Penulis: Qosim Nursheha Dzulhadi
Tahun Terbit: 2016
Halaman: 88
Genre: Kajian, Referensi


“… Hamka was, arguarly, the most widely read novelist of his age. He was, until his death in 1981, certainly the most popular ulama in the New Order Indonesia. While “Hamka the individual” remains obscure, his writings should be acknowledged as an important source for historians and writers; they have an authoritative place in the work of Taufik Abdullah, Harry Benda, Deliar Noer, and Anthony Reid, among others, it is not the purpose of this essay to redeem Hamka politically or defend the literary merit of his fiction. But because of perceived failures, Hamka has often been wrongly ignored. He deserves to be recognized as an interesting and importan figure in modern Indonesian history.”
―Jeffery Hadler―

Pengantar


BUYA HAMKA, demikian dikenal namanya, adalah seorang ulama, politisi, sekaligus sastrawan. Kiprahnya sebagai ulama tidak diragukan lagi. Karena karyanya dalam bentuk buku yang “bernafaskan” Islam membuktikan hal itu. Kiprahnya sebagai politisi juga tak terbantah. Karena pernah menjadi anggota Partai Sarekat Islam dan Masyumi. Bahkan sebagai sastrawan dibuktikan dengan beberapa karyanya dalam bentuk novel.[1]
Keilmuan Buya Hamka tak diragukan lagi. Apalagi dalam bidang tafsir Al-Quran. Karyanya yang sangat fenomenal adalah Tafsir Al-Azhar, yang beliau tuntaskan penulisannya di dalam jeruji besi alias penjara membuktikan hal itu. Ini mengingatkan kita kepada pemikir, ideolog Ikhwanul Muslimin (IM) sekaligus sastrawan Mesir, Sayyid Qutb (w. 1966): yang menulis tafsirnya Fī Zhilāl al-Qur’ān (Di Bawah Naungan Al-Quran) dari balik terali besi juga. Atau ke zaman yang lebih klasik, Imam Ibn Taimiyyah (w. 728 H) yang melahirkan karya-karyanya dari dalam penjara. Lebih dari itu, Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka ini menjadi menarik untuk dikaji karena ia alami: hasil anak negeri, ulama besar Indonesia, asal Maninjau, Sumatera Barat. Meskipun pasti dipengaruhi oleh pemikiran tokoh berikut karya mereka dalam tafsir dan yang lainnya.


[1] Bahkan dua karyanya dalam bidang sastra, Di Bawah Lindungan Ka’bah (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. ke-26, 1422 H/2001 M) dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. ke-26, 1423 H/2002 M) telah diangkat ke layar lebar. 
Beliau juga menerjemahkan satu karya novelis asing, Alexander Dumas Jr., Margaretta Gauthier (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. VII, 1975). Cetakan pertama buku ini terbit pada 1941. Aslinya novel ini dalam bahasa Perancis. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Syaikh Musthafa Luthfi al-Manfaluthi. Kemudian Buya Hamka menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.