Kamis, 28 Januari 2016

Best Seller: Santri Menulislah!

Harga: Rp.20.000 + Ongkos Kirim


Judul Buku: Santri, Menulislah!
Penulis: Radinal Mukhtar Harahap
Tahun Terbit: 2015
Halaman: 110
Genre: Motivasi, Jurnalistik, How To



Hingga sekarang, 2015, saya diamanahi pesantren untuk menjadi pengurus di Biro Informatika-Teknologi-Jurnalistik (ITJ) yang sebagian besarnya memberi pembekalan writing-skill kepada santri-santriwati plus calon alumni Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah. Untuk beberapa jam pertemuan yang disediakan, hal itu tentu tidak cukup untuk melahirkan seorang penulis. Walhasil, setiap tahunnya saya hanya mengkreasi semacam pengantar saja untuk dapat menulis. Untuk praktik dan pengembangannya, saya harapkan dapat mereka jalankan sendiri ketika terjun di masyarakat.

Sedikit banyak, harapan itu saya rasakan dari beberapa pertanyaan yang masuk ke inbox facebook, bbm, sms dan media lainnya tentang bagaimana mengembangkan kemampuan menulis. Bahkan di antara mereka, yang tentunya telah bergabung dengan komunitasnya masing-masing, ada yang berkenan ‘memanggil’ saya untuk sekedar mengulangi pengantar tersebut, bahkan meminta lanjutannya. Di sela-sela kegiatan padat di pesantren, hal itu tentu membuat saya kerepotan. 

Kendala-kendala semacam di atas pada akhirnya mendorong saya untuk menyelesaikan buku singkat ini. Saya katakan buku, meskipun dengan penambahan kata singkat setelahnya, tentunya setelah merujuk pada apa yang didefinisikan Unesco pada tahun 1964: a book is a non-periodical printed publication of at least 50 pages, exclusive of the cover pages, pubished in the country and made available to the public. Toh, tulisan saya ini sudah memenuhi semua persyaratan di atas.  

Sudah lama saya hendak menyelesaikan buku ini, yaitu ketika Khaled Abou el-Fadl dalam Musyawarah Buku-nya seperti berbisik kepada saya, “Pesan Islam dimulai dengan sebuah buku (al-Qur’an); sebuah buku yang mengandung visi moral dan kebaikan yang luar biasa. Buku ini telah mengilhamkan warisan intelektual yang indah dan agung.” Bak sedang bercengkrama, saya larut dalam setiap kata Khaled. Cukup lama hingga sebuah ide muncul dalam benak saya, bagaimana bisa membangun tradisi menulis di pesantren? 

Dus, ada beberapa eksperimen yang sudah saya coba lakukan untuk menjawab ide berbentuk pertanyaan di atas. Namun hingga kini, saya merasa belum melihat apa-apa sebagai hasilnya. Barangkali, simpul saya sekarang, karena percobaan saya selama ini masih berbentuk dialog yang akan hilang setelah selesainya dialog tersebut. Ada pelatihan, training, diklat dan semacamnya yang sudah saya berikan kepada santri-santriwati. Namun belum ada goresan yang tertulis sebagai pegangan mereka untuk berlatih. Walhasil, kita semua tentu dapat menebak; semangat ketika pelatihan, kebingungan ketika melakukan.

Karena itu, buku ini saya racik sedemikian rupa agar benar-benar seperti berada di ruang pelatihan menulis. Tidak akan Antum-Antunna jumpai ragam teori dalam buku ini kecuali dalam halaman motivasi menulis saja. Setelah itu, Antum-Antunna diharapkan dapat melaksanakan setiap arahan yang ada untuk kemudian melihat apa yang telah Antum-Antunna hasilkan dari usaha tersebut. Tentu, saya pun tidak berani menjamin Antum-Antunna akan benar-benar menjadi penulis setelahnya. Namun, dengan tulisan yang ada di hadapan Antum-Antunna sejenak setelah melakukan itu semua, Antum-Antunna sudah dapat melihat bahwa ada ide besar yang tersimpan rapi dalam diri Antum-Antunna. Dan ide itu dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan!

Layaknya tukang ojek yang hanya menghantar, saya kira tidak perlu berlama-lama saya mengajak Antum-Antunna bercengkrama dalam bagian ini. Mari kita memulai membangun tradisi menulis yang, sejatinya, sudah sedari dulu menjadi kebiasaan para pendahulu kita, ulama-ulama kita, bahkan Allah dan Rasul pun memerintahkannya. Sekedar ingin meledakkan kembali semangat Antum-Antunna, simaklah bagaimana Imam al-Ghazali berkata di telinga Anda: Kalau engkau bukan anak raja atau anak seorang ulama, jadilah seorang penulis. 

Radinal Mukhtar Harahap       
TIM RDP-MATLA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar